Sedian Suppositoria (materi dasar)
Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local
atau sistematik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah
lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak
polietilen glikol (Depkes R.I., 1995).
Bahan
dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu
tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum
cacao), polietilenglikol atau lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau
Gelatin. Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk
orang dewasa dan 2 g untuk anak. Suppositoria supaya disipan dalam
wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk. Keuntungan bentuk torpedo
adalah bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka
suppositoria akan tertarik masuk dengan sendiri.
Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral atau melalui saluran pencernaan adalah :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3. Obat
dapat masuk langsung dalam saluradarah dan berakibat obat dapat memberi
efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)
Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :
1.
Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan
penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan
sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal
ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan
seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk
memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat
karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk
menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal
dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1. Bahan
dasar yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam
cairan yang ada dalam rectum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar
apabila perlu, dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar
maka harus diserbuk halus.
2. Setelah
campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan dalam
cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi
dan dilapisi nikel atau logam lain, ada juga dubuat dari plastik.
Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan
suppositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan tube gelas atau
gulungan kertas (Anief, 2004).
Isi berat dari suppositoria dapat ditentukan dengan membuat percobaan sebagai berikut:
1. Menimbang obat untuk sebuah suppositoria
2. Mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan
3. Memasukakn campuran tersebut ke dalam cetakan
4. Mendinginkan cetakan yang berisi campuran tersebut. Setelah dingin suppositoria dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang
5. Berat suppositoria dikurangi berat obatnya merupakan berat bahan dasar yang harus ditimbang
6. Berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam (Anief, 2004).
Untuk
menghindari massa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk
menghindari massa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya
dibasahi dengan parafin, minyak lemak, spritus Saponatus (Soft soap
liniment). Yang terakhir jangan digunakan untuk suppositoria yang
mengandung garam logam, karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai
pengganti dapat digunakan larutan Oleum Ricini dalam etanol. Untuk
suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelican
karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena mengkerut
(Anief, 2004).
Faktor yang mempegaruhi absorpsi obat per rektal yaitu :
- Faktor fisiologis, antara lain pelepasan obat dari basis atau bahan dasar, difusi obat melalui mukosa, deteoksifikasi atau metabolisme, distribusi di cairan jaringan, dan terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan jaringan.
- Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran partikel, dan basis suppositoria (Syamsuni, 2005).
Kerugian penggunaan bentuk sediaan suppositoria antara lain:
1. Tidak menyenangkan penggunaan
2. Absorbsi obat sering tidak teratur dan sedikit diramalkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat per rektal:
1. Faktor fisiologis antara lain pelepasan uobat dari basis atau bahan dasar, difusi obat
melalui mukosa, detoksifikasi atau metanolisme, distribusi di cairan
jaringan dan terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan
jaringan.
2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain : kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran partikel dan basis supositoria
3. Bahan
dasar yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut dalam
air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang biasa digunakan
adalah lemak cokelat (oleum cacao), polietilenglikol (PEG), lemak
tengkawang (oleum shorae) atau gelatin (Syamsuni, 2005).
Bahan dasar suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Padat
pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak,
tetapi akan melunak pada suhu rectum dan dapat bercampur dengan cairan
tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, dan bau serta pemisahan obat.
5. Kadar air mencukupi.
6. Untuk
basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan iodium dan
bilangan penyabunan harus jelas diketahui (Syamsuni, 2007).
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Bahan dasar yang digunakan harus meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan yang ada di rektum.
2. Obat
harus larut dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar
larut, obat harus diserbukkan terlebih dahulu sampai halus.
3. Setelah
campurn obat dan bahan dasarnya meleleh atau mencair, campuran itu
dituangkan ke dalam cetakan supositoria dan didinginkan. Cetakan ini
dibuat dari besi yang dilapisi nikel dan logam lain; ada juga terbuat
dari plastik (Syamsuni, 2005).
Sifat suppositoria yang ideal ;
- melebur pada suhu tubuh atau melarut dalam cairan tubuh.
- tidak toksik dan tidak merangsang
- dapat tercampur (kompartibel) dengan bahan obat.
- dapat melepas obat dengan segera.
- mudah dituang kedalam cetakan dan dapat dengan mudah dilepas dari cetakan.
- stabil terhadap pemanasan diatas suhu lebur.
- mudah ditangani.
- stabil selama penyimpanan.
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat (oleum cacao) :
1. Merupakan
trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat; berwarna
putih kekuningan; padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 310-340C.
2. Karena mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat sejuk, kering, dan terlindung dari cahaya.
3. Oleum
cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya pada
pemanasan tinggi. Di atas titik leburnya, oleum cacao akan meleleh
sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti Kristal stabil yang
berguna untuk membentuk kristalnya kembali.
a. Bentuk α (alfa) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi didinginkan dan segera pada 00C dan bentuk ini memiliki titik lebur 240C (menurut literature lain 220C).
b. Bentuk β (beta) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 180-230C dan bentuk ini memiliki titik lebur 280-310C.
c. Bentuk
β stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan bentuk secara
perlahan-lahan disertai kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik
lebur 340-350C (menurut literature lain 34,50C).
d. Bentuk γ (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (200C) dan bentuk ini memiliki titik lebur 180C.
4. Untuk menghindari bentuk-bentuk Kristal tidak stabil diatas dapat dilakukan dengan cara :
a. Oleum cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 nya saja yang dilelehkan.
b. Penambahan
sejumlah kecil bentuk Kristal stabil kedalam lelehan oleum cacao untuk
mempercepat perubahan bentuk karena tidak stabil menjadi bentuk stabil.
c. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari.
5. Lemak
coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, memiliki bau khas,
dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk Kristal). Jika
dipanaskan, pada suhu 300C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 340-350C, sedangkan pada suhu dibawah 300C
berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat
akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti
Kristal stabil yang berguna untuk memadat. Jika didinginkan dibawah suhu
150C, akan mengkristal dalam bentuk Kristal metastabil. Agar
mendapatkan suppositoria yang stabil, pemanasan lemak coklat sebaiknya
dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap
mengandung inti Kristal dari bentuk stabil.
6. Untuk
menaikkan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau
cetasium (spermaseti). Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6%
sebab akan menghasilkan campuran yang mempunyai titik lebur diatas 370C dan tidak boleh kurang dari 4% karena akan diperoleh titik lebur < 330C.
Jika bahan obat merupakan larutan dalam air, perlu diperhatikan bahwa
lemak coklatnya hanya sedikit menyerap air. Oleh karena itu penambahan
cera flava dapat juga menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.
7. Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat juga digunakan tambahan sedikit kloralhidrat atau fenol, atau minyak atsiri.
8. Lemak
coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan
tubuh, oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat yang diobati.
9. Lemak
coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu
yang tidak dapat terserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang
dipakai untuk sediaan rectal karena disolusinya lambat.
10. Suppositoria
dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampurkan bahan
obat yang dihaluskan kedalam minyak lemak padat pada suhu kamar, dan
massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan
cara meleburkan minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai
dingin dalam cetakan. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, pada suhu dibawah 300C.
11. Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar oleum cacao sebaiknya dihindari karena :
a. Menyebabkan reaksi antara obat-obatan didalam suppositoria.
b. Mempercepat tengiknya oleum cacao.
c. Jika airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari suppositoria.
12. Keburukan oleum cacao sebagai bahan dasar suppositoria :
a. Meleleh pada udara yang panas.
b. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.
c. Titik leburnya dapat turun atau naik jika ditambahkan bahan tertentu.
d. Adanya sifat polimorfisme.
e. Sering bocor (keluar dari rectum karena mencair) selama pemakaian.
f. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (Syamsuni, 2007).
Akibat beberapa keburukan oleum cacao tersebut dicari pengganti oleum cacao sebagai bahan dasar suppositoria, yaitu :
1. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
2. Campuran setilalkohol dengan oleum amygdalarum dalam perbandingan 17 : 83.
3. Oleum cacao sintesis : coca buta, supositol (Syamsuni, 2007).
Pada
pembuatan suppositoria dengan menggunakan cetakan, volume suppositoria
harus tetap, tetapi bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot
jenis yang dapat diabaikan, misalnya extr. Belladonae, gram alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang mempunyai volume yang sama dengan 1 g obat (Syamsuni, 2007).
Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu :
Acidum boricum : 0,65 Aethylis aminobenzoas : 0,68
Garam alkaloid : 0,7 Aminophylinum : 0,86
Bismuthi subgallus : 0,37 Bismuthi subnitras : 0,20
Ichtammolum : 0,72 Sulfonamidum : 0,60
Tanninum : 0,68 Zinci oxydum : 0,25
Dalam
praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0,7, kecuali untuk garam
bismuth dan zink oksida. Untuk larutan, nilai tukarnya dianggap 1. Jika
suppositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak pengisian pada
cetakan berkurang, dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan
diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis.
Komentar
Posting Komentar