Menghakimi diri

 Sore ini, sekitar pukul 15.48 WIB dikawasan sekitar rumah ku diguyur hujan lumayan deras. Sudah beberapa hari ini aku pulang ke rumah dan tidak pernah menemui hujan, rasanya kangen Kota Bogor yang selalu disambangi oleh hujan terutama dikawasan Tugu Kujang. Ah, jadi teringat dengan Bogor dan segala isinya.

Sudah tiga hari aku selalu menghakimi diri ku dengan pertanyaan.

“Apa aku tidak pantas?”

“Kenapa? Aku sudah mencoba mengukurnya tetapi tetap saja serasa aku yang salah”

Dulu, satu malam di Bogor ada satu teman laki-laki ku berkata

“Ran, yang buat kamu sakit akan berharap adalah kamu terlalu berharap kepada manusia padahal manusia adalah tempat banyaknya ketidakpastian hidup”

Dan rasanya benar, semua hal yang membuat ku kepikiran adalah perihal ketidakpastian hidup. Merasa kurang bersyukur atas nikmat Tuhan yang diberikan.

“Coba tundukan pandangan kebawah sebentar lihat teman-teman mu yang masih berjuang dengan tugas akhirnya lalu sementara kamu sudah selesai. Semua orang punya masalah, jangan membandingkan masalah hidup mu adalah yang paling sulit diantara manusia disekitar kamu”

Nyata, aku pun tertampar dengan masukan teman ku ini. Mengapa ya laki-laki lebih menggunakan akalnya tanpa peduli dengan perasaan? Ada dua sudut pandang yang aku dapatkan dari teman ku ketika meminta solusi tentang penghakiman diri ku

“Ran, gue tau lo punya kompetensi lebih dari beberapa teman lo sendiri. gak salah kok lo gigih dengan apa yang lo mau perjuangin dan itu lo berhak untuk mempertahankan. Takdir lo gak disitu, lepaskan dan terima ikhlas. Lo berhak untuk dihargai kapabilitas yang lo punya oleh orang lain”

“Jangan diambil, gue marah dengernya. Plis lo bisa lebih dihargai lagi di luar sana hanya saja tinggal waktu yang menentukan”

“Tekan dan turunkan ego kalo lo butuh”

“Semangat Ran, takdir lo balik ke tempat intern menurut feeling gue”

Many people said that.

“Bukan rezekinya, siapa tau Allah pengen ngasih yang terbaik”

--

Huh! Teman-teman ku terdekat sungguh sangat apreasiasi terhadap kegigihan yang aku pertahankan, pendirian diri serta percaya diri yang harus sudah dibangun memang perlu untuk tetap memikirkan kedepannya. Manusia-manusia jabodetabek dengan segala pikiran rasional yang mampu menahan rasa down diri ku tanpa memandang nominal yang dilontarkan tetapi melebihi itu cara aku untuk menghargai diri sendiri. thank u friend, aku bersyukur punya kalian yang sangat amat memberikan masukan dan sayang kepada ku.

Komentar

Postingan Populer